Arjuna seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut
ilmu. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi
Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana
di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Ia dijadikan kesatria unggulan
para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja
raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai
raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah
pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah
Ardadadali (dari Bhatara
Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada).
Arjuna
memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan
suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah
negara Amarta. Setelah perang Bharatayuddha,
Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.
Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia moksa (mati sempurna)
bersama keempat saudaranya yang lain di gunung Himalaya.
Ia
adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas
rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja,
kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu melakukan tapa yang paling
berat, seorang kesatria
dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi kemudian mampu memaksa
dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah
perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda dengan Yudistira,
dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa,
tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan
yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya
sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri
mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Ia sangat berbeda
dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan
tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai
generasi.
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya,
yaitu Prabu Drupada
dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua
kakaknya, Dewi Dropadi
dan Drestadyumna,
dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan,
sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi
Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan
senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang
kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh
seorang putera.
Dewi
Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung
jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam
perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai
senapati perang Pandawa
menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata
yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan
panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu
Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang dendam kepada Bisma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar